batzforumAvatar border
TS
batzforum
Melodi yang Dilarang: Larangan Lagu-lagu Cengeng di Era Pemerintahan Soeharto!!!
Welcome To Batzforum special Thread!!!!

emoticon-Hot Newsemoticon-Hot News emoticon-Hot News


Sumber Gambar

Sebagai penguasa selama lebih dari tiga dekade, Presiden Soeharto dikenal dengan kebijakan pemerintahannya yang otoriter dan cenderung mengendalikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu aspek yang mendapat perhatian khusus adalah seni dan hiburan. Dalam konteks ini, lagu-lagu yang dianggap "cengeng" atau melankolis menjadi sasaran utama larangan.

Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami transformasi sosial, politik, dan ekonomi yang signifikan. Pergolakan politik, industrialisasi, dan modernisasi menciptakan suasana yang kompleks. Dalam upaya untuk menciptakan stabilitas dan mengendalikan opini publik, pemerintah mengambil berbagai langkah, termasuk mengatur ekspresi seni dan hiburan.


Larangan terhadap lagu-lagu cengeng dapat dipahami dalam konteks budaya dan politik pada masanya. Lagu-lagu dengan lirik melankolis dianggap memiliki potensi untuk merusak moral dan menciptakan ketidakstabilan emosional di tengah masyarakat. Selain itu, kebijakan ini juga mencerminkan ketidaksetujuan terhadap bentuk-bentuk seni yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diusung oleh pemerintah.

Pada tahun 1966, pemerintah Soeharto meluncurkan "Orde Baru," yang bertujuan mengembalikan stabilitas setelah kekacauan politik yang terjadi sebelumnya. Dalam konteks ini, seni dan hiburan dianggap sebagai alat untuk membentuk opini publik dan memperkuat legitimasi pemerintah. Larangan terhadap lagu-lagu cengeng dapat dilihat sebagai upaya untuk menciptakan narasi budaya yang sesuai dengan visi pemerintah Orde Baru.


Sejumlah lagu dianggap melanggar norma-norma yang diberlakukan oleh pemerintah. Lagu-lagu seperti "Bengawan Solo" yang memiliki nuansa nostalgia atau "Walau Hati Menangis" yang sarat dengan emosi dianggap tidak sesuai dengan semangat pembangunan dan modernisasi yang dianut oleh pemerintah. Pemerintah menyaring konten lagu-lagu ini untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan melalui musik sejalan dengan agenda politiknya.

Banyak seniman dan musisi Indonesia pada masa itu mengalami tekanan dan kendala dalam menciptakan karya-karya mereka. Pemerintah memantau lirik lagu, menerapkan sensor pada karya seni, dan bahkan membubarkan kelompok musik yang dianggap merugikan bagi kestabilan pemerintahan. Dalam konteks ini, seniman-seniman cenderung melakukan otonomi terbatas terhadap karya-karya mereka atau bahkan menghindari menciptakan konten yang bisa dianggap kontroversial.


Namun, larangan terhadap lagu-lagu cengeng juga menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Sebagian melihatnya sebagai bentuk pembatasan kebebasan berbicara dan berekspresi. Para pengkritik menilai bahwa larangan ini merupakan bentuk sensor yang berlebihan dan mencerminkan ketidakdemokratisan dalam mengelola seni dan hiburan. Lagu-lagu yang secara emosional menggambarkan realitas kehidupan dapat dianggap sebagai ekspresi kebebasan berbicara yang seharusnya dihormati dan bukan dilarang.

Seiring berjalannya waktu, peraturan ini mulai mengendur. Pada akhir 1990-an, dengan perubahan iklim politik dan tuntutan reformasi, larangan terhadap lagu-lagu cengeng secara bertahap dihapuskan. Pergeseran kebijakan ini mencerminkan perubahan lebih besar dalam pandangan masyarakat terhadap kebebasan berekspresi dan seni sebagai cermin realitas sosial.


Meskipun larangan tersebut telah dicabut, warisan era larangan lagu-lagu cengeng tetap memengaruhi dinamika seni dan hiburan di Indonesia. Beberapa seniman mungkin masih merasakan efek ketidakpastian dalam menciptakan karya-karya yang mencerminkan emosi dan realitas hidup. Sebaliknya, ada pula yang melihat perubahan sebagai tonggak penting dalam sejarah seni Indonesia, menandai pergeseran menuju kebebasan ekspresi yang lebih besar.

Kesimpulan dari tulisan ane ini, larangan terhadap lagu-lagu cengeng di era pemerintahan Presiden Soeharto mencerminkan dinamika politik dan budaya pada masanya. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengendalikan opini publik dan membentuk narasi budaya yang sesuai dengan visi pembangunan Orde Baru. Meskipun telah dicabut, dampaknya terus terasa dalam sejarah seni Indonesia, mengingatkan kita pada pentingnya melindungi kebebasan seni dalam menggambarkan berbagai aspek kemanusiaan.


Bagaimana nih tanggapan Agan dan Sista mengenai hal ini? Kalau beliau masih mejabat sampai sekarang, kayanya gaakan ada lagu galau deh hahaha emoticon-Ngakak (S)

Sumber Tulisan : Opini Pribadi, dari sini, dari sini, dari sinidan dari sini
Sumber Gambar : Sudah tercantum
xatriaAvatar border
agusn6778Avatar border
bon123456789Avatar border
bon123456789 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
3.6K
1.3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan