- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Aku… dan “Makhluk” tak diundang di kamar kost ku…
TS
micky10
Aku… dan “Makhluk” tak diundang di kamar kost ku…
Quote:
Selamat Siang gan… bagaimana sehat? Sama… aku juga sehat… malam ini ada acara? Atau hanya di kamar aja sendirian sepanjang malam? Baguslah… Tapi ada baiknya agan pastikan dulu, bahwa agan di kamar memang benar-benar sendiri…
Quote:
Cerita ini ku tulis untuk meneruskan trit sebelumnya “Cerita dan Pengalaman Misteri 3.5 Tahun tinggal di Asrama Kopma Brawijaya”, setelah 2 tahun tertidur dan tanpa kelanjutan yang jelas. Hari ini akan aku lanjutkan. Mungkin sebelum agan membaca lanjutan cerita ini, ada baiknya agak baca dulu cerita sebelumnya. Agar mengerti dan tau keseluruhan dari apa yang aku alami. Semua kembali ke teman-teman semua…. percaya atau tidak, saya hanya sekedar berbagi cerita, pengalaman bahkan mungkin kisah yang tidak semua orang ingin mengalaminya. Tidak bermaksud menggurui atau menyesatkan teman-teman. Yang jelas sangat tidak nyaman menjadi aku. Dikejar dengan semua kejadian yang absurd, dan memikul semua misteri yang harus saya tanggung sejak hari pertama di Asrama tahun 2004. dan terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya…. Hingga hari ini…. Hingga detik ini…
Dan cerita ini akan melemparku kembali ke tahun 2008, dimana hal-hal mengerikan itu terjadi…
Dan cerita ini akan melemparku kembali ke tahun 2008, dimana hal-hal mengerikan itu terjadi…
Quote:
Apa yang terjadi dengan ku? Aku juga nggak pernah ngerti dengan semua ini. AKu Cuma orang biasa yang di lahirkan dari keluarga sederhana tanpa punya trah penerus ilmu apapun dari leluhur ku. Lalu apa yang memulai semua ini?? Kutukan? Semua terasa begitu aneh, teror demi teror di Asrama itu seakan-akan terus bergelayut manja dan tanpa sekalipun menjauh. Mereka seakan datang dalam bentuk lain, menyapa ku di setiap hari nya. Ada apa dengan ku?? Ribuan tanda Tanya aku coba mencari tau. Apa semua ini ada hubungannya dengan background keluarga? keluarga aku biasa aja, kebanyakan dari mereka adalah wirausahawan dan pegawai. Tanggal lahir? Apa yang salah… aku di lahirkan di tanggal yang tidak ada istimewanya sama sekali… eh tapi… Bentar… weton?? Kamis Pon… Nggak… nggak mungkin… weton hanya hitungan jawa kuno. Hitungan yang meramalkan jalan kehidupan. Nggak ada sangkut pautnya dengan semua misteri ini…
Aku nggak pernah berfikir macam-macam, hingga akhirnya hari ini aku menemukan hal yang mengagetkan tentang weton ku…
Pengusung Jenasah?? Ma…maksudnya??
Suara pria paruh baya mengagetkan lamunanku siang itu. Keringatnya yang cukup deras di sela-sela handuk coklatnya menandakan ada hal yang melelahkan baru saja dia lakukan.
Hari itu adalah hari terakhir aku di Asrama Kopma Brawijaya. Minggu pagi yang sepi …sangat sepi…. Tak banyak orang di asrama saat itu. Hanya ada satpam dan seorang ibu kantin yang membuka lapaknya pagi itu. Semua mahasiswa lainnya sudah lebih dulu keluar dan mencari tempat tinggal lain. Bermula dari kebijakan rektor baru, dalih merenovasi asrama sekaligus menyingkirkan kami yang sudah 3 tahun lebih menuliskan kenangan disana. Ada banyak hal yang harus aku tinggalkan, asrama ini sudah menjadi rumah yang nyaman buat aku. Dengan semua persahabatannya, keceriaannya dan segala misteri di dalam nya.
Tidak ada barang yang tertinggal, semua sudah aku packing dan masuk ke bak pick up. Aku hanya ingin berpamitan untuk terakhir kalinya dengan tempat itu. Menjejakkan kaki terakhir kalinya di tangga usang, merasakan lagi aura kamar yang aku tinggalkan yang sekarang hanya tersisa kasur kapuk yang lusuh dan mencium lagi aroma pengap kolong tempat tidur tempat dimana semua misteri berasal.
Ahh taiklah…. Aku segera mendapatkan tempat yang lebih nyaman dan jauh dari mereka yang “Usil” menampakkan diri dan tak mau lenyap. Dan buat mu yang pernah bertengger di pohon depan jendela kamar ku, Selamat tinggal… tenanglah kau disana… cukup kami saja lah yang pernah kau ajak “berdiskusi”. Jangan ada orang lain... Nikmati saja pohon mangga mu yang tampak lebih tinggi itu. Dan siapa pun kamu yang masih berada di kolong tempat tidur, jaga dirimu baik-baik… pergilah… dan nikmati dunia mu… biarkan mereka yang akan menempati kamar ini merasa nyaman tanpa gangguan kalian… Selamat tinggal Kamarku…. Aku berharap ini adalah akhir dari semuanya…
Waktu tepat menunjukkan 19.30. badan ku yang lelah sengaja aku biarkan tergeletak di ranjang susun ini. Ranjang susun tua yang terbuat dari besi dengan beberapa sudutnya sudah berkarat. Remuk sekali rasanya tulangku naik-turun tangga mengangkat tumpukan kardus, banyak emang karena jadi satu dengan barang teman ku, Si Wawan. Teman kost ku yang hidupnya nggak menentu, kadang tidur di kampus, kadang tidur di warnet. Pecandu game online paruh waktu, aku yakin kost ku hanya sebagai tempat penitipan barang.
Kost baru tapi serasa nggak baru. Kost dengan bangunan lawas. Dengan 2 pohon besar di depannya yang rimbun. Letaknya ada di pinggir jalan raya sumbersari tepat di depan Masjid Sumbersari. Buat kalian yang pernah tinggal di Malang dan sering lewat jalan ini pasti tau bangunan mana yang aku maksud.
Kamarku di lantai 2,5… kenapa aku sebut lantai 2.5? aneh memang… bangunan ini memiliki ruas lantai yang tidak biasa. Ada beberapa kamar yang terletak di lantai dasar tapi posisinya lebih rendah dari tanah jalan raya dan memiliki kamar mandi super jorok dan gelap. Sedangkan kamarku berada di lantai 2 dengan tambahan 5-6 anak tangga lebih tinggi. Pojok dan memiliki ukuran tidak biasa. 1.75m x 5 meter. Mirip bekas gudang yang di alih fungsikan sebagai kamar. Lantai nya yang masih memakai ubin tampak jelas ini adalah bangunan 80an.
Kamarku memiliki 2 akses pintu, pintu depan mengarah ke tangga dan pintu belakang mengarah ke balkon yang langsung memiliki view Gedung Kampus Brawijaya dan hanya di pisahkan oleh sungai dengan bantarannya yang penuh sampah dan alang-alang yang tinggi. Mirip rawa tempat setan buang anak. Tampaknya suasana kost ini lebih parah dari Asrama, tapi yaudahlah yang penting aku bisa lepas dari teror makhluk tak bertuan itu
Balkon langsung mengarah ke tempat jemuran yang letaknya melewati anak tangga. Sehingga membuat tempat jemuran itu jauh lebih tinggi. Jika malam tiba, pemandangan tampak bagus dengan jelas memandang bintang-bintang di langit. Layout bangunan yang tidak teratur semakin menimbulkan kesan kalau bangunan ini di bangun seenaknya tanpa perencanaan ruang yang jelas.
Belum selesai lamunanku tentang kondisi kost baru ini, handphone ku berdering
Malam hari angin kenceng banget masuk dari sela-sela pintu dan celah lubang fentilasi. Aku baru bisa tertidur sekitar jam 12an. Sebelum akhirnya terbangun oleh ketukan pintu yang cukup kencang dari arah pintu belakang. Setengah sadar aku coba membuka mata, dan ketukan itu semakin keras dari arah pintu belakang.
Terdengar jelas karena posisi ranjang susun hanya berjarak 1 meter dari pintu belakang. Keras… seperti suara pintu yang di ketuk dengan besi.
Terdengar lebih keras lagi. Aku masih terdiam dan memastikan kalau ketukan itu benar-benar dari pintu belakang…
Kataku sembari membuka pintu belakang yang handle pintu nya memang agak seret karena berkarat. Begitu pintu terbuka, serasa tidak percaya seperti apa yang aku dengar barusan… Nggak ada siapa-siapa di luar. Tak ada satupun yang aku temui diluar. Hanya hembusan angina yang kencang menerpa tubuhku
Kosong???
Trus siapa yang ngetuk begitu kencang tengah malam begini??
Nggak mungkin kalau itu suara angin??
Aku mencoba keluar ke balkon memastikan mungkin ada anak kost lain yang iseng. Tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya rawa-rawa yang gelap dan suara aliran sungai sayup-sayup terdengar. Di sudut lain juga tak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya pintu kamar mandi yang terbuka dengan penerangan bohlam 5 watt ala kadarnya.
Trus siapa yang mengetuk??
Halusinasi??
Nggak mungkin… aku cukup sadar untuk bangun dan mendengar suara ketukan itu. Belum sempat pertanyaan ku terjawab, terdengar ketukan dari arah pintu depan. Kali ini terdengah jauh lebih lirih dari ketukan yang aku dengar sebelumnya dari arah pintu belakang.
Apaa???
Nggak… nggak mungkin… aku yakin sekali ketukan itu berasal dari pintu belakang, bukan pintu depan. Dan suara ketukan tadi keras, tidak selirih ini. Kenapa begitu cepat berpindah ke pintu depan?? Anjrit…!! siapa sih yang iseng tengah malam gini? Disaat semua butuh istirahat…. Wawan?? Nggak mungkin… dia tau batasan kapan harus becanda. Seiseng apapun dia, tak mungkin dia ngerjain teman disaat teman malam-malam begini. Siapa sih??
Ku beranikan melangkah ke pintu depan dengan diiringi suara ketukan yang terdengar dengan nada yang datar. Tampak bukan seperti orang yang mengetuk dan ingin agar segera dibuka. Begitu aku buka pintu depan, aku hanya melihat Wawan dengan tatapan nanar dan badan sedikit mengigil. Tampak jelas dari wajahnya yang pucat, seperti orang yang sedang demam.
Dia hanya terdiam…tatapan nya yang dingin berubah menjadi tatapan tajam kepadaku. tanpa sepatah katapun berlalu melewatiku dan naik keranjang susun bagian atas dan menarik selimutnya dan membalikkan badannya kearah dinding. Pikir ku yaudah lah. Mungkin dia kurang enak badan dan butuh istirahat.
Segera ku tutup pintu dan kembali tidur di ranjang bawah. Belum sempat ku pejamkan mata, tercium wangi yang sangat menyengat hidung. Seperti wangi melati tapi dengan dosis yang cukup pekat. Wangi… wangi banget. Aku masih berfikir positif, mungkin dia baru aja beli parfum baru atau gimana gitu. ntah lah…. Aku ngantuk banget… kayaknya aku lebih butuh tidur daripada mikirin ketukan misterius dari 2 pintu secara beruntun ataupun sumber aroma wangi yang tiba-tiba entah datang dari mana asalnya…
Esoknya aku bangun agak kesiangan. Melewatkan Shalat Subuh dan sama sekali tidak terdengar adzan subuh. Atau karena tubuhku yang terlalu lelah sehingga terlalu nyenyak juga tidurnya. Butuh beberapa menit buat ku untuk mengumpulkan kesadaran dan membuka mata sepenuhnya. Sinar matahari yang masuk dari celah-celah ventilasi seakan-akan mengingatkan kalau malam telah berlalu. Aku beranjak dari tempat tidurku dan melihat Wawan sudah tidak ada di ranjang nya.
Gumam ku yang masih nggak percaya dengan kejadian semalam. Tapi ya gpp lah… sebagai teman aku siap ngebukain pintu kapan aja. Tapi bentar… trus itu siapa yang tidur di bawah depan Komputer?? Wawan??
Aku mencoba membangunkan nya untuk menanyakan lagi kejadian semalam.
Ini ada apa sih sebenernya…. Siapa yang Tanya siapa… aku semakin nggak ngerti kenapa Wawan tiba-tiba tidur dibawah dan kenapa dia bilang aku tidak menjawab pertanyaannya…. Ada apa ini??
Dan teror Asrama itu…. Belum berakhir….Mereka masih ada, masih mengikuti , bahkan setelah aku pindah sekalipun. Kenapa?? Kenapa masih kayak gini???… Apapun itu… faktanya aku nggak bener-bener sendiri di kamar ini…. Tidak Sendiri…
Aku nggak pernah berfikir macam-macam, hingga akhirnya hari ini aku menemukan hal yang mengagetkan tentang weton ku…
Spoiler for Kamis Pon:
Pengusung Jenasah?? Ma…maksudnya??
“mas… barang udah siap… kita berangkat sekarang?”
Suara pria paruh baya mengagetkan lamunanku siang itu. Keringatnya yang cukup deras di sela-sela handuk coklatnya menandakan ada hal yang melelahkan baru saja dia lakukan.
“Owh inggih pak… tapi bentar saya ke atas dulu ada barang yang tertinggal…”
“oh iya mas….”
“oh iya mas….”
Hari itu adalah hari terakhir aku di Asrama Kopma Brawijaya. Minggu pagi yang sepi …sangat sepi…. Tak banyak orang di asrama saat itu. Hanya ada satpam dan seorang ibu kantin yang membuka lapaknya pagi itu. Semua mahasiswa lainnya sudah lebih dulu keluar dan mencari tempat tinggal lain. Bermula dari kebijakan rektor baru, dalih merenovasi asrama sekaligus menyingkirkan kami yang sudah 3 tahun lebih menuliskan kenangan disana. Ada banyak hal yang harus aku tinggalkan, asrama ini sudah menjadi rumah yang nyaman buat aku. Dengan semua persahabatannya, keceriaannya dan segala misteri di dalam nya.
Tidak ada barang yang tertinggal, semua sudah aku packing dan masuk ke bak pick up. Aku hanya ingin berpamitan untuk terakhir kalinya dengan tempat itu. Menjejakkan kaki terakhir kalinya di tangga usang, merasakan lagi aura kamar yang aku tinggalkan yang sekarang hanya tersisa kasur kapuk yang lusuh dan mencium lagi aroma pengap kolong tempat tidur tempat dimana semua misteri berasal.
Ahh taiklah…. Aku segera mendapatkan tempat yang lebih nyaman dan jauh dari mereka yang “Usil” menampakkan diri dan tak mau lenyap. Dan buat mu yang pernah bertengger di pohon depan jendela kamar ku, Selamat tinggal… tenanglah kau disana… cukup kami saja lah yang pernah kau ajak “berdiskusi”. Jangan ada orang lain... Nikmati saja pohon mangga mu yang tampak lebih tinggi itu. Dan siapa pun kamu yang masih berada di kolong tempat tidur, jaga dirimu baik-baik… pergilah… dan nikmati dunia mu… biarkan mereka yang akan menempati kamar ini merasa nyaman tanpa gangguan kalian… Selamat tinggal Kamarku…. Aku berharap ini adalah akhir dari semuanya…
Waktu tepat menunjukkan 19.30. badan ku yang lelah sengaja aku biarkan tergeletak di ranjang susun ini. Ranjang susun tua yang terbuat dari besi dengan beberapa sudutnya sudah berkarat. Remuk sekali rasanya tulangku naik-turun tangga mengangkat tumpukan kardus, banyak emang karena jadi satu dengan barang teman ku, Si Wawan. Teman kost ku yang hidupnya nggak menentu, kadang tidur di kampus, kadang tidur di warnet. Pecandu game online paruh waktu, aku yakin kost ku hanya sebagai tempat penitipan barang.
Kost baru tapi serasa nggak baru. Kost dengan bangunan lawas. Dengan 2 pohon besar di depannya yang rimbun. Letaknya ada di pinggir jalan raya sumbersari tepat di depan Masjid Sumbersari. Buat kalian yang pernah tinggal di Malang dan sering lewat jalan ini pasti tau bangunan mana yang aku maksud.
Kamarku di lantai 2,5… kenapa aku sebut lantai 2.5? aneh memang… bangunan ini memiliki ruas lantai yang tidak biasa. Ada beberapa kamar yang terletak di lantai dasar tapi posisinya lebih rendah dari tanah jalan raya dan memiliki kamar mandi super jorok dan gelap. Sedangkan kamarku berada di lantai 2 dengan tambahan 5-6 anak tangga lebih tinggi. Pojok dan memiliki ukuran tidak biasa. 1.75m x 5 meter. Mirip bekas gudang yang di alih fungsikan sebagai kamar. Lantai nya yang masih memakai ubin tampak jelas ini adalah bangunan 80an.
Kamarku memiliki 2 akses pintu, pintu depan mengarah ke tangga dan pintu belakang mengarah ke balkon yang langsung memiliki view Gedung Kampus Brawijaya dan hanya di pisahkan oleh sungai dengan bantarannya yang penuh sampah dan alang-alang yang tinggi. Mirip rawa tempat setan buang anak. Tampaknya suasana kost ini lebih parah dari Asrama, tapi yaudahlah yang penting aku bisa lepas dari teror makhluk tak bertuan itu
Balkon langsung mengarah ke tempat jemuran yang letaknya melewati anak tangga. Sehingga membuat tempat jemuran itu jauh lebih tinggi. Jika malam tiba, pemandangan tampak bagus dengan jelas memandang bintang-bintang di langit. Layout bangunan yang tidak teratur semakin menimbulkan kesan kalau bangunan ini di bangun seenaknya tanpa perencanaan ruang yang jelas.
Belum selesai lamunanku tentang kondisi kost baru ini, handphone ku berdering
“Halo… siapa nih?“
“Bro… ini Wawan… nomer baru nih…”
“Owhh kamu… aku dah di kost ini”
“Iyah… kalau jadi ntar malaman aku kesana bentar. Trus biasa onlinan lagi…”
“yaudah… ntar ketok pintu agak kencengan aja biar aku bangun…”
“Yoiii brooo…”
“Bro… ini Wawan… nomer baru nih…”
“Owhh kamu… aku dah di kost ini”
“Iyah… kalau jadi ntar malaman aku kesana bentar. Trus biasa onlinan lagi…”
“yaudah… ntar ketok pintu agak kencengan aja biar aku bangun…”
“Yoiii brooo…”
Malam hari angin kenceng banget masuk dari sela-sela pintu dan celah lubang fentilasi. Aku baru bisa tertidur sekitar jam 12an. Sebelum akhirnya terbangun oleh ketukan pintu yang cukup kencang dari arah pintu belakang. Setengah sadar aku coba membuka mata, dan ketukan itu semakin keras dari arah pintu belakang.
Ndaakk!!!…dhaak!!..dhaakk…!!
Terdengar jelas karena posisi ranjang susun hanya berjarak 1 meter dari pintu belakang. Keras… seperti suara pintu yang di ketuk dengan besi.
Ndaakk!!!…dhaak!!..dhaakk…!!
Terdengar lebih keras lagi. Aku masih terdiam dan memastikan kalau ketukan itu benar-benar dari pintu belakang…
“Iyaa Wan…. Ntar…. Kok lewat belakang sih wan…”
Kataku sembari membuka pintu belakang yang handle pintu nya memang agak seret karena berkarat. Begitu pintu terbuka, serasa tidak percaya seperti apa yang aku dengar barusan… Nggak ada siapa-siapa di luar. Tak ada satupun yang aku temui diluar. Hanya hembusan angina yang kencang menerpa tubuhku
Kosong???
Trus siapa yang ngetuk begitu kencang tengah malam begini??
Nggak mungkin kalau itu suara angin??
Aku mencoba keluar ke balkon memastikan mungkin ada anak kost lain yang iseng. Tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya rawa-rawa yang gelap dan suara aliran sungai sayup-sayup terdengar. Di sudut lain juga tak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya pintu kamar mandi yang terbuka dengan penerangan bohlam 5 watt ala kadarnya.
Trus siapa yang mengetuk??
Halusinasi??
Nggak mungkin… aku cukup sadar untuk bangun dan mendengar suara ketukan itu. Belum sempat pertanyaan ku terjawab, terdengar ketukan dari arah pintu depan. Kali ini terdengah jauh lebih lirih dari ketukan yang aku dengar sebelumnya dari arah pintu belakang.
Tok….tok…tok..!!!
Apaa???
Nggak… nggak mungkin… aku yakin sekali ketukan itu berasal dari pintu belakang, bukan pintu depan. Dan suara ketukan tadi keras, tidak selirih ini. Kenapa begitu cepat berpindah ke pintu depan?? Anjrit…!! siapa sih yang iseng tengah malam gini? Disaat semua butuh istirahat…. Wawan?? Nggak mungkin… dia tau batasan kapan harus becanda. Seiseng apapun dia, tak mungkin dia ngerjain teman disaat teman malam-malam begini. Siapa sih??
Ku beranikan melangkah ke pintu depan dengan diiringi suara ketukan yang terdengar dengan nada yang datar. Tampak bukan seperti orang yang mengetuk dan ingin agar segera dibuka. Begitu aku buka pintu depan, aku hanya melihat Wawan dengan tatapan nanar dan badan sedikit mengigil. Tampak jelas dari wajahnya yang pucat, seperti orang yang sedang demam.
“Owhh kamu wan… tadi kamu lewat belakang ta? Aku denger e dari pintu belakang.”
Dia hanya terdiam…tatapan nya yang dingin berubah menjadi tatapan tajam kepadaku. tanpa sepatah katapun berlalu melewatiku dan naik keranjang susun bagian atas dan menarik selimutnya dan membalikkan badannya kearah dinding. Pikir ku yaudah lah. Mungkin dia kurang enak badan dan butuh istirahat.
Segera ku tutup pintu dan kembali tidur di ranjang bawah. Belum sempat ku pejamkan mata, tercium wangi yang sangat menyengat hidung. Seperti wangi melati tapi dengan dosis yang cukup pekat. Wangi… wangi banget. Aku masih berfikir positif, mungkin dia baru aja beli parfum baru atau gimana gitu. ntah lah…. Aku ngantuk banget… kayaknya aku lebih butuh tidur daripada mikirin ketukan misterius dari 2 pintu secara beruntun ataupun sumber aroma wangi yang tiba-tiba entah datang dari mana asalnya…
Esoknya aku bangun agak kesiangan. Melewatkan Shalat Subuh dan sama sekali tidak terdengar adzan subuh. Atau karena tubuhku yang terlalu lelah sehingga terlalu nyenyak juga tidurnya. Butuh beberapa menit buat ku untuk mengumpulkan kesadaran dan membuka mata sepenuhnya. Sinar matahari yang masuk dari celah-celah ventilasi seakan-akan mengingatkan kalau malam telah berlalu. Aku beranjak dari tempat tidurku dan melihat Wawan sudah tidak ada di ranjang nya.
“Kemana nih anak… pagi-pagi udah ngilang…”
Gumam ku yang masih nggak percaya dengan kejadian semalam. Tapi ya gpp lah… sebagai teman aku siap ngebukain pintu kapan aja. Tapi bentar… trus itu siapa yang tidur di bawah depan Komputer?? Wawan??
“Wan… bangun wan… Wawan….”
Aku mencoba membangunkan nya untuk menanyakan lagi kejadian semalam.
“Apa sih brooo… masih ngantuk aku nih…”
“Ntar deh… aku mau nanya… kok kamu pindah ke bawah?”
“Pindah ke bawah?? Apaan sih… aku ya tidur di bawah terus….”
“Ntar deh bangun dulu… Semalam kan kamu ngetuk pintu… trus aku tanyain gak jawab . abis itu masuk langsung tidur diatas…”
“ngomong apaan sih broo… wong aku masuk yo langsung tidur bawah. Malahan kamu yang tak tanyain gak jawab apa-apa??”
“Aku?? Gak jawab apa-apa??”
“Ntar deh… aku mau nanya… kok kamu pindah ke bawah?”
“Pindah ke bawah?? Apaan sih… aku ya tidur di bawah terus….”
“Ntar deh bangun dulu… Semalam kan kamu ngetuk pintu… trus aku tanyain gak jawab . abis itu masuk langsung tidur diatas…”
“ngomong apaan sih broo… wong aku masuk yo langsung tidur bawah. Malahan kamu yang tak tanyain gak jawab apa-apa??”
“Aku?? Gak jawab apa-apa??”
Ini ada apa sih sebenernya…. Siapa yang Tanya siapa… aku semakin nggak ngerti kenapa Wawan tiba-tiba tidur dibawah dan kenapa dia bilang aku tidak menjawab pertanyaannya…. Ada apa ini??
“okey… aku mau bilang… semalem pas aku tidur ada yang ngetuk pintu dari arah belakang. Keras… keras banget… pas aku buka nggak ada siapa-siapa. Tapi ketukan muncul lagi dari depan. Pas aku buka, ternyata kamu. Kamu kayak orang kedinginan. Langsung tidur diatas dan nggak ngomong apa-apa. Cuma kemudian wangi…”
“Wangi Melati??”
“Kok kamu tau…”
“Semalam aku datang jam 4an lah hampir subuh. Main game online ngelag mulu. Akhirnya aku balik kesini. Nyampe depan pintu kamar, kok ada kamu nungguin. Aku tanyaian kok nungguin di depan, kamu diem aja. Pandangan juga kosong… kenapa ni anak…. Cuma nyerahin kunci trus tidur . Tangan mu dingin banget lagi… Yaudah…. Abis kunci pintu, ngidupin komputer bentar trus tidur aja di bawah… males naik ke atas. Tapi ko tiba-tiba bau melati menyengat banget… aku mikir yo aneh… ni anak mau tidur aja pakai minyak wangi….”
“jadi tadi malam yang aku bukain itu??? Jadi dia.....”
“Wangi Melati??”
“Kok kamu tau…”
“Semalam aku datang jam 4an lah hampir subuh. Main game online ngelag mulu. Akhirnya aku balik kesini. Nyampe depan pintu kamar, kok ada kamu nungguin. Aku tanyaian kok nungguin di depan, kamu diem aja. Pandangan juga kosong… kenapa ni anak…. Cuma nyerahin kunci trus tidur . Tangan mu dingin banget lagi… Yaudah…. Abis kunci pintu, ngidupin komputer bentar trus tidur aja di bawah… males naik ke atas. Tapi ko tiba-tiba bau melati menyengat banget… aku mikir yo aneh… ni anak mau tidur aja pakai minyak wangi….”
“jadi tadi malam yang aku bukain itu??? Jadi dia.....”
Dan teror Asrama itu…. Belum berakhir….Mereka masih ada, masih mengikuti , bahkan setelah aku pindah sekalipun. Kenapa?? Kenapa masih kayak gini???… Apapun itu… faktanya aku nggak bener-bener sendiri di kamar ini…. Tidak Sendiri…
UPDATE 1 : "Cerita Mas Win..."
UPDATE 2 : "Doppel gangger"
UPDATE 3 : "Pasar hantu"
UPDATE 4 : "Kost Sigit..."
UPDATE 5 : "Bunga Kamboja dan Bekas Dupa"
UPDATE 6 : "Penunggu Jemuran"
UPDATE 7 : "Jailangkung di Sekolah"
UPDATE 8 : "Tumbal Kelas 3-III"
UPDATE 9 : "Misteri Kelas 3-III"
UPDATE 10 : "Hantu di sekolah ku"
UPDATE 11 : "Mereka datang... benar-benar datang"
UPDATE 12 : "Cerita Wawan"
UPDATE 13 : "Kamar Kost Sigit"
UPDATE 14 : "Kuntilanak, kamboja, dan bekas Dupa"
UPDATE 15 : "Penumpang Misterius"
UPDATE 16 : "Kakek Berjenggot Panjang"
UPDATE 17 : "Kejutan sang Kakek"
UPDATE 18 : "Rumah Sudut Jalan"
UPDATE 19 : "Cerita Di Balik Tangga"
UPDATE 20 : "Kamar Depan"
Bersambung
Diubah oleh micky10 29-09-2019 06:12
pulaukapok dan 16 lainnya memberi reputasi
17
1.2M
Kutip
3K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
micky10
#214
Update 2 : "Doppel Ganger"
Quote:
Aku percaya bahwa di setiap tempat memiliki urban legendnya masing-masing. Cerita yang di ragukan kebenarannya namun sangat diminati alur cerita dan kesaksian para korbannya. Urban legend sendiri tumbuh subur dari mulut ke mulut dan menjadi rahasia umum. Apakah semua urban legend terbukti kebenarannya? Hanya Tuhan yang tahu. Tapi aku percaya bahwa yang Nyata dan Ghaib itu ada dan mereka hidup berdampingan dalam dimensi waktu dan ruang yang berbeda. Dan beberapa orang mencoba menembus dimensi itu hanya untuk “Iseng”….
Aku?… sudah lah… cukup semua peristiwa demi peristiwa ini yang aku alami. Sama sekali tak ada keinginan berkomunikasi dengan mereka, mencari tahu siapa mereka dan ada keperluan apa selalu mengganggu. Aku hanya ingin sekedar mencari tau mengapa mereka selalu mengikuti. Dosa apa yang pernah aku perbuat. Dan sedikitpun aku tak pernah mengenal mereka sama sekali. Mulai dari tangan kecil hitam yang menarik selimutku, hingga sang Doppelgänger yang beberapa kali menampakkan dirinya. Mungkin benar kata mas Win, dimana pun kita berada… mereka juga ada di sekitar kita.
Hari sudah menjelang magrib saat ku dengar alunan lagu-lagu pop lawas mengalun syahdu dari radio kotak milik mas Win. Nampak dia tengah sibuk menyikat sepatu bludru kesayangannya dengan menggigit sebatang rokok dari merk yang kurang terkenal. Mas Win ini nyentrik menurut ku. Kepribadiannya biasa, sederhana, bahkan barang-barang di kamarnya juga seperti layaknya anak kost. Tapi selentingan aku dengar dari anak kost lainnya, dia termasuk mahasiswa cumlaude yang umurnya sedikit terlambat untuk masuk kuliah. Dan juga berasal dari keluarga kaya. Ayahnya adalah juragan gerabah dan marmer. Begitu yang aku dengar. Tapi sekilas aku lihat, tak beda dengan ku dulu. Hanya sebatas mahasiswa rantau yang kiriman nya sering telat.
Aku memandangnya dari depan pintu belakang kost ku. Karena jarak pintu kamarnya dan pintu belakang kost ku hanya 2 meteran. Dengan tata ruang yang berantakan sedikit mengundang rasa ingin tau ku kenapa dia memilih kamar tepat di bawah jemuran seperti itu.
Disinilah perasaan paranoid ku muncul lagi mendengar cerita mas Win. Apalagi hari pertama menempati kost ini sudah di sambut sapaan “Selamat Datang” oleh mereka yang tak tau dari mana asalnya. Aku masih belum berani menceritakan perihal tersebut ke mas Win. Sampai akhirnya dia menceritakan sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku dengar…. Sama sekali….
Deg!! Sontak rasanya lutut langsung lemes. Keringat dingin udah mulai turun. Kenapa setiap tempat yang aku singgahi selalu saja ada hal-hal seperti ini. Dan yang perlu agan tahu, tangga menuju jemuran hanya berjarak 1 meter dari pintu belakang kamar ku. Ini apa nggak gila namanya?? Hanya berjarak 1 meter dari “cewek cakep” seperti yang di bilang mas Win yang wujudnya seperti apa aku juga belum tahu.
Ni badan rasanya udah kayak nggak ada tulang nya. Kost udah aku bayar 6 bulan kedepan, paling tidak 6 bulan itu aku harus tetanggaan ama tuh “cewek”…. Gila…. Hidup aku gila!!! 3.5 tahun berdampingan dengan mereka yang bersemayam di asrama, sekarang di tambah dengan kost yang aku anggap nyaman ternyata memang benar-benar nyaman buat “mereka”. Belum selesai diskusiku dengan mas Win, Wawan datang dengan kabar yang lebih mengejutkan…
Doppelgänger lagi??? Jika itu memang mereka kenapa mereka nggak tampil sebagaimana bentuk mereka sendiri. Kenapa harus menyerupai oran lain. Kenapa harus menyerupai aku?? Seakan nggak ada habisnya semua ini. Mas Win tampak mengernyitkan dahi keheranan dengan apa yang wawan bilang. Seperti dia tau akan sesuatu…
Memanggil mereka?? …. Nggak… nggak mungkin…. Kapan?? Dan buat apa aku memanggil mereka?? Sudah aku bilang diawal aku sama sekali tak punya keinginan untuk tau tentang mereka hingga sampai harus memanggil mereka untuk datang… buat apa?? Aku Cuma mau menjalani hidup dengan normal, tanpa harus melibatkan mereka yang sama sekali tidak aku perlukan...
Tapi bentar…. Memanggil?? 10 tahun yang lalu aku pernah…. Ahhh taiklah….!! Masa Cuma karena itu…. Dosa 10 tahun yang lalu itu???!!
Aku?… sudah lah… cukup semua peristiwa demi peristiwa ini yang aku alami. Sama sekali tak ada keinginan berkomunikasi dengan mereka, mencari tahu siapa mereka dan ada keperluan apa selalu mengganggu. Aku hanya ingin sekedar mencari tau mengapa mereka selalu mengikuti. Dosa apa yang pernah aku perbuat. Dan sedikitpun aku tak pernah mengenal mereka sama sekali. Mulai dari tangan kecil hitam yang menarik selimutku, hingga sang Doppelgänger yang beberapa kali menampakkan dirinya. Mungkin benar kata mas Win, dimana pun kita berada… mereka juga ada di sekitar kita.
Hari sudah menjelang magrib saat ku dengar alunan lagu-lagu pop lawas mengalun syahdu dari radio kotak milik mas Win. Nampak dia tengah sibuk menyikat sepatu bludru kesayangannya dengan menggigit sebatang rokok dari merk yang kurang terkenal. Mas Win ini nyentrik menurut ku. Kepribadiannya biasa, sederhana, bahkan barang-barang di kamarnya juga seperti layaknya anak kost. Tapi selentingan aku dengar dari anak kost lainnya, dia termasuk mahasiswa cumlaude yang umurnya sedikit terlambat untuk masuk kuliah. Dan juga berasal dari keluarga kaya. Ayahnya adalah juragan gerabah dan marmer. Begitu yang aku dengar. Tapi sekilas aku lihat, tak beda dengan ku dulu. Hanya sebatas mahasiswa rantau yang kiriman nya sering telat.
“mau kemana toh mas? Kencan yo…”
“Hohohoho… ora… ini lho… sepatu lama… sayang lek rusak. Makanya tak bersihin…”
“Apik itu sepatune mas… tapi koyok wes jadul gitu ya…”
“Biasalah…. Warisan orang tua…. hehe…”
“Hohohoho… ora… ini lho… sepatu lama… sayang lek rusak. Makanya tak bersihin…”
“Apik itu sepatune mas… tapi koyok wes jadul gitu ya…”
“Biasalah…. Warisan orang tua…. hehe…”
Aku memandangnya dari depan pintu belakang kost ku. Karena jarak pintu kamarnya dan pintu belakang kost ku hanya 2 meteran. Dengan tata ruang yang berantakan sedikit mengundang rasa ingin tau ku kenapa dia memilih kamar tepat di bawah jemuran seperti itu.
“Mas… masuk sini sekitar tahun piro lho…”
“Yowes 3-4 tahunan lah… lupa aku…”
“trus kok milih kamar disitu mas…. Wes mojok di bawah jemuran lagi. Kok nggak nyampur sama temen lain e…”
“Dulu itu waktu aku pertama masuk sini, semua kamar penuh. Trus di tawari satu kamar kecil di bwah jemuran. Lama nggak kepakai karena buat tempat lemari dan kasur. Ya kayak gudang gitu dulu… trus di bersihin sama anak e ibu kost. Trus tak tempatin sampai sekarang.”
“kenapa nggak pindah kost atau pindah kamar gitu… kan kemarin juga ada yang keluar abis wisuda…”
“Dulu pernah mau pindah… ya ke kamarmu itu… tapi kata ibu kost kamarnya sudah di booking. Tapi setelah itu nggak tau kok yang booking nggak kunjung datang. Sampai kamu masuk ini. Kata e arif yang di kamar bawah, anak yang booking kecelakaaan… mati kata e…”
“Yowes 3-4 tahunan lah… lupa aku…”
“trus kok milih kamar disitu mas…. Wes mojok di bawah jemuran lagi. Kok nggak nyampur sama temen lain e…”
“Dulu itu waktu aku pertama masuk sini, semua kamar penuh. Trus di tawari satu kamar kecil di bwah jemuran. Lama nggak kepakai karena buat tempat lemari dan kasur. Ya kayak gudang gitu dulu… trus di bersihin sama anak e ibu kost. Trus tak tempatin sampai sekarang.”
“kenapa nggak pindah kost atau pindah kamar gitu… kan kemarin juga ada yang keluar abis wisuda…”
“Dulu pernah mau pindah… ya ke kamarmu itu… tapi kata ibu kost kamarnya sudah di booking. Tapi setelah itu nggak tau kok yang booking nggak kunjung datang. Sampai kamu masuk ini. Kata e arif yang di kamar bawah, anak yang booking kecelakaaan… mati kata e…”
Disinilah perasaan paranoid ku muncul lagi mendengar cerita mas Win. Apalagi hari pertama menempati kost ini sudah di sambut sapaan “Selamat Datang” oleh mereka yang tak tau dari mana asalnya. Aku masih belum berani menceritakan perihal tersebut ke mas Win. Sampai akhirnya dia menceritakan sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku dengar…. Sama sekali….
“Enakan di kamar ini… nyaman… tenang…. Nggak bising… tapi kalau kamu beruntung, kamu bisa ketemu cewek cakep…”
“Eh…. Cewek… anu… siapa mas… kan sebelah itu toko… bukan kost cewek…”
Sambil tersenyum… mas Win berkata lirih
“Ada yang ngekost di jemuran atas…”
“Eh…. Cewek… anu… siapa mas… kan sebelah itu toko… bukan kost cewek…”
Sambil tersenyum… mas Win berkata lirih
“Ada yang ngekost di jemuran atas…”
Deg!! Sontak rasanya lutut langsung lemes. Keringat dingin udah mulai turun. Kenapa setiap tempat yang aku singgahi selalu saja ada hal-hal seperti ini. Dan yang perlu agan tahu, tangga menuju jemuran hanya berjarak 1 meter dari pintu belakang kamar ku. Ini apa nggak gila namanya?? Hanya berjarak 1 meter dari “cewek cakep” seperti yang di bilang mas Win yang wujudnya seperti apa aku juga belum tahu.
“Ma… maksudnya mas…. Ngekost gimana??”
“Liaten anak-anak…. Mereka yang tau tentang ini pasti nggak ada yang berani ngangkat jemuran malem-malem. Mending jemuran mereka kehujanan, daripada ngangkat jemuran tapi dibantuin sama dia…”
“Liaten anak-anak…. Mereka yang tau tentang ini pasti nggak ada yang berani ngangkat jemuran malem-malem. Mending jemuran mereka kehujanan, daripada ngangkat jemuran tapi dibantuin sama dia…”
Ni badan rasanya udah kayak nggak ada tulang nya. Kost udah aku bayar 6 bulan kedepan, paling tidak 6 bulan itu aku harus tetanggaan ama tuh “cewek”…. Gila…. Hidup aku gila!!! 3.5 tahun berdampingan dengan mereka yang bersemayam di asrama, sekarang di tambah dengan kost yang aku anggap nyaman ternyata memang benar-benar nyaman buat “mereka”. Belum selesai diskusiku dengan mas Win, Wawan datang dengan kabar yang lebih mengejutkan…
“Broo…tak cariin disini toh ternyata…. Flash disk tak bawa yo… biasa Onlinan lagi…”
“Owh… iyo… ambilen di tas ku…”
“Oyiii…. Eh iyo… tadi di marahin ibu kost aku… kata e kemarin malam kita keluar trus di sapa ibu kost njawab… malah melototin ibu kost katanya…”
“Kemarin malam?? Kapan?? Aku pulang jam 9 dari kantor… yo langsung tidur…”
“Lha iya… aku juga nggak pulang…. Nemenin Anang main Dota… yo aku bilang aja bukan kita… tapi ibu kost ngotot katanya kita….”
“Enggak!! Beneran…aku nggak keluar sama sekali….”
“Nggak tau lah bro… malahan kata ibu kost tuh kamu sempet bilang ‘jangan campuri urusan kami’ sambil melototin ibu kost. trus keluar lewat pagar depan… jam 10an gitu kata e….”
“melotot??? Sumpah bukan aku wan….”
“Owh… iyo… ambilen di tas ku…”
“Oyiii…. Eh iyo… tadi di marahin ibu kost aku… kata e kemarin malam kita keluar trus di sapa ibu kost njawab… malah melototin ibu kost katanya…”
“Kemarin malam?? Kapan?? Aku pulang jam 9 dari kantor… yo langsung tidur…”
“Lha iya… aku juga nggak pulang…. Nemenin Anang main Dota… yo aku bilang aja bukan kita… tapi ibu kost ngotot katanya kita….”
“Enggak!! Beneran…aku nggak keluar sama sekali….”
“Nggak tau lah bro… malahan kata ibu kost tuh kamu sempet bilang ‘jangan campuri urusan kami’ sambil melototin ibu kost. trus keluar lewat pagar depan… jam 10an gitu kata e….”
“melotot??? Sumpah bukan aku wan….”
Doppelgänger lagi??? Jika itu memang mereka kenapa mereka nggak tampil sebagaimana bentuk mereka sendiri. Kenapa harus menyerupai oran lain. Kenapa harus menyerupai aku?? Seakan nggak ada habisnya semua ini. Mas Win tampak mengernyitkan dahi keheranan dengan apa yang wawan bilang. Seperti dia tau akan sesuatu…
“Kamu bawa apa pas masuk kesini??”
“Bawa apa? Nggak bawa apa-apa mas… ya cuma barang-barang aja…”
“Beneran… kamu bawa apa?? Pas masuk kesini….”
“Ndak bawa apa-apa mas… serius…”
“Biasanya sih kalau ada yang menyerupai kita kayak gitu dan itu terjadi berkali-kali…. kemungkinannya Cuma ada 2, kalau nggak memang kita sengaja yang membawa mereka, berarti mereka lah yang mengikuti kita… dan kalau kamu nggak ngerasa pernah mengajak atau membawa mereka, berarti merekalah yang terus berada di sekitarmu… dan yang aku tau mereka nggak akan datang dan menemanimu, kalau bukan kamu yang memanggilnya…”
“Bawa apa? Nggak bawa apa-apa mas… ya cuma barang-barang aja…”
“Beneran… kamu bawa apa?? Pas masuk kesini….”
“Ndak bawa apa-apa mas… serius…”
“Biasanya sih kalau ada yang menyerupai kita kayak gitu dan itu terjadi berkali-kali…. kemungkinannya Cuma ada 2, kalau nggak memang kita sengaja yang membawa mereka, berarti mereka lah yang mengikuti kita… dan kalau kamu nggak ngerasa pernah mengajak atau membawa mereka, berarti merekalah yang terus berada di sekitarmu… dan yang aku tau mereka nggak akan datang dan menemanimu, kalau bukan kamu yang memanggilnya…”
Memanggil mereka?? …. Nggak… nggak mungkin…. Kapan?? Dan buat apa aku memanggil mereka?? Sudah aku bilang diawal aku sama sekali tak punya keinginan untuk tau tentang mereka hingga sampai harus memanggil mereka untuk datang… buat apa?? Aku Cuma mau menjalani hidup dengan normal, tanpa harus melibatkan mereka yang sama sekali tidak aku perlukan...
Tapi bentar…. Memanggil?? 10 tahun yang lalu aku pernah…. Ahhh taiklah….!! Masa Cuma karena itu…. Dosa 10 tahun yang lalu itu???!!
Diubah oleh micky10 28-03-2016 16:12
pulaukapok dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Kutip
Balas
Tutup