Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
RI Jadi Korban Sanksi Eropa ke Rusia, Pemerintah Buka Suara!

RI Jadi Korban Sanksi Eropa ke Rusia, Pemerintah Buka Suara!

NEWS - Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
13 March 2023 21:50
SHARE
Wilayah Kerja (WK) Pangkah yang dioperasikan oleh Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL) selaku Anak Perusahaan PGN Saka, afiliasi dari PGN Subholding Gas Pertamina, Foto: Wilayah Kerja (WK) Pangkah yang dioperasikan oleh Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL) selaku Anak Perusahaan PGN Saka, afiliasi dari PGN Subholding Gas Pertamina, (Dok. SKK Migas)
Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan tengah mencari solusi agar pengembangan di Lapangan Tuna, Wilayah Kerja (WK) Tuna, perairan Natuna dapat berjalan kembali. Mengingat, proyek tersebut terdampak sanksi dari Uni Eropa.
Blok Tuna sendiri merupakan wilayah kerja yang saat ini dioperasikan Premier Oil Natuna Sea B.V. dengan menggandeng perusahaan asal Rusia yakni Zarubezhneft.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D.Suryodipuro mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Harbour Energy selaku perusahaan induk Kontraktor Kontrak kerja Sama (KKKS) Premier Oil. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk mencari titik temu untuk persoalan ini.

"Saat ini kami sedang berkoordinasi dan diskusi dengan pihak Harbour terkait opsi-opsi yang mungkin dilakukan sebagai solusi sehingga pengembangan Lapangan Tuna tidak terdampak banyak dengan adanya sanksi tersebut," ujar Hudi kepada CNBC Indonesia, Senin (13/3/2023).

Sebelumnya, Harbour Energy mengungkapkan pemerintah Indonesia sejatinya telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau Plant of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna. Namun, pengembangan yang dilakukan bersama mitra asal Rusia yakni Zarubezhneft terganjal sanksi dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.

"Pemerintah menyetujui rencana pengembangan lapangan Tuna di Desember. Namun, kemajuan lebih lanjut dipengaruhi oleh sanksi UE dan Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu kepada mitra Rusia kami di Lapangan Tuna," ujar perusahaan dalam laporan tahunannya dikutip Senin (13/3/2023).

Oleh sebab itu, saat ini perusahaan tengah melakukan koordinasi dengan mitra terkait. Terutama untuk mencapai solusi yang memungkinkan agar proyek ini dapat segera jalan.

Seperti diketahui, Zarubezhneft sendiri merupakan perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50% hak partisipasi Blok Tuna melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...tah-buka-suara
Semoga solusi cepat ketemu..

Duh! Proyek Gas Raksasa RI Jadi Korban Sanksi Eropa ke Rusia

Suasana Laut Natuna Utara, Jumat (17/9/2021). Foto: Dokumentasi Koarmada I
Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek gas RI yang berada di Lapangan Tuna, Wilayah Kerja (WK) Tuna, perairan Natuna ternyata terimbas sanksi Uni Eropa. Pasalnya, Premier Oil Natuna Sea B.V. selaku operator Lapangan Tuna bermitra dengan Rusia untuk pengembangan proyek tersebut.

Perusahaan induk dari Premier Oil yakni Harbour Energy mengungkapkan pemerintah Indonesia sejatinya telah memberikan persetujuan untuk rencana pengembangan atau Plant of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna. Namun demikian, pengembangan yang dilakukan bersama mitra asal Rusia yakni Zarubezhneft terganjal sanksi dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.

"Pemerintah menyetujui rencana pengembangan lapangan Tuna di Desember. Namun, kemajuan lebih lanjut dipengaruhi oleh sanksi UE dan Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu kepada mitra Rusia kami di Lapangan Tuna," ujar perusahaan dalam laporan tahunannya dikutip Senin (13/3/2023).

Oleh sebab itu, saat ini perusahaan tengah melakukan koordinasi dengan mitra terkait. Terutama untuk mencapai solusi yang memungkinkan agar proyek ini dapat segera jalan.

Seperti diketahui, Zarubezhneft sendiri merupakan perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50% hak partisipasi Blok Tuna melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.

Sementara, hubungan diplomatik antara Rusia dengan Negara-negara Barat kian memburuk imbas perang di Ukraina. Bahkan, Rusia telah memberlakukan larangan ekspor minyak kepada blok negara-negara pimpinan Amerika Serikat (AS) itu karena mereka telah menjatuhkan sanksi pada Moskow.

Namun, menurut analisa dari Citigroup, larangan ekspor yang akan dijatuhkan Rusia akan meluas tak hanya untuk komoditas energi. Moskow diprediksi dapat mempersenjatai ekspor logam penting seperti aluminium dan paladium.

"Setiap pembatasan ekspor dapat berdampak besar bagi pasar dalam jangka pendek," tulis analis Citi dikutip CNN International, pekan lalu.

Pembatasan seperti itu akan mengganggu operasi produsen di seluruh dunia, bahkan Indonesia. Hal ini juga dapat mendorong inflasi, yang saat ini sebenarnya sudah tinggi.

"Sekitar 15% aluminium yang diperdagangkan berasal dari Rusia, logam yang banyak digunakan dapat ditemukan di pesawat dan produk mulai dari peralatan rumah tangga hingga foil dan peralatan dapur."

AS telah mengumumkan tarif 200% untuk impor logam dari Rusia. Ini mulai berlaku mulai Jumat lalu.

Selain aluminium, output palladium Rusia, yang digunakan dalam perangkat yang membatasi emisi dari mobil, juga memiliki peranan global yang besar dengan menyumbang sekitar seperempat dari pasokan seluruh dunia.

Moskow telah menunjukkan kesiapan untuk menggunakan sumber daya alam Rusia yang besar untuk membalas Barat, yang telah memberlakukan deretan sanksi pada Moskow sebagai tanggapan atas serangan yang diperintahkan Presiden Vladimir Putin ke Ukraina setahun yang lalu.

Misalnya, tahun lalu Rusia melakukan pemotongan besar-besaran pada ekspor gas alamnya ke Eropa, pelanggan utamanya. Itu memaksa pemerintah di Benua Biru untuk meningkatkan upaya menemukan pemasok baru.

Rusia juga dituduh mempersenjatai pasokan pangan global dengan memblokir pelabuhan Laut Hitam Ukraina dalam beberapa bulan pertama perang dan menargetkan infrastruktur pertanian. Pasalnya, ini mengganggu pasokan biji-bijian ke pasar dunia dan memicu kenaikan harga komoditas itu.




(pgr/pgr)

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...eropa-ke-rusia
Proyek gas di Natuna terganjal gara-gara sanksi ke Rusia





nomorelies
bukan.bomat
areszzjay
areszzjay dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.5K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan