Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Peneliti Temukan Asal Mula Wabah Black Death, Bukan China!

29 Jun 22 | 18:27

Peneliti Temukan Asal Mula Wabah Black Death, Bukan China!
Sering kali, jawaban sains memang butuh waktu.

ilustrasi dokter di abad pertengahan saat wabah Black Death (pixabay.com/Maddin_1983)  

Siapa yang tidak kenal dengan pandemik Black Death? Bermula pada abad 1346, Black Death menyapu 60 persen populasi Eropa. "Terlelap" untuk sementara, wabah yang disebabkan bakteri Yersinia pestis ini kembali pada abad ke-17 hingga abad ke-19, kembali merenggut jutaan nyawa hingga ditemukan obatnya pada 1896.
Berkaca pada pandemik COVID-19, asal mula pandemik Black Death dipertanyakan dan sering kali salah kaprah dianggap dari China. Hampir 70 dekade setelah kemunculan Black Death, akhirnya manusia berhasil memecahkan misteri awal kemunculan Y. pestis. Mari simak penelitian selengkapnya!

1. Dua kuburan di Kirgizstan

batu nisan di makam Kirgizstan (mpg.de)

Dimuat dalam jurnal Nature pada pertengahan Juni 2022 kemarin, sebuah penelitian gabungan di Eropa dan mencari tahu mengenai asal muasal Y. pestis untuk pertama kalinya. Para peneliti meneliti DNA dari berbagai sisa jenazah manusia berikut dengan data sejarah dan arkeologi yang berhubungan dengan Black Death.



Para peneliti kemudian meneliti dua kuburan Kara-Djigach dan Burana di Lembah Chüy dekat Danau Issyk-Kul, Kirgizstan. Dua kuburan tersebut digali pada akhir abad ke-19. Pada batu nisan, terukir jumlah kematian signifikan pada abad ke-14 karena "wabah yang tak diketahui". Salah satu nisan tersebut tertulis:
"Pada 1649 [1338 Masehi] tahun Harimau. Ini adalah makam Sanmaq. Wafat akibat wabah."

2. Jenazah positif Y. pestis
Para peneliti kemudian menganalisis gen yang tersimpan pada jenazah-jenazah di kedua makam tersebut. Dengan menggabungkan pecahan gen dari tulang dan gigi tujuh jenazah (5 dari Kara-Djigach dan 2 dari Burana), para peneliti menciptakan 4 genom yang cukup akurat.
Dari model genom tersebut, para peneliti Eropa mengonfirmasi bahwa para jenazah memiliki model gen yang konsisten dengan para penduduk di daerah tersebut. Dari 7 jenazah, tiga menunjukkan DNA Y. pestis, sebuah bukti bahwa mereka wafat akibat Black Death.
"Kami akhirnya bisa menunjukkan bahwa epidemik yang tertulis di batu nisan memang disebabkan oleh wabah," tulis salah satu peneliti dan sejarawan dari University of Sterling, Philip Slavin.

3. Diversifikasi gen yang masih belum diketahui

penggalian situs kuburan Kara-Djigach di Kirgizstan pada abad ke-19 (mpg.de)

Anggapan saat ini adalah penyebaran Black Death di Eurasia disebabkan oleh "ledakan" diversifikasi gen menjadi empat cabang. Dari empat cabang tersebut, dua genom menggambarkan strain tunggal Y. pestis sebagai "nenek moyang diversifikasi besar terkait munculnya Black Death".
"Kami menemukan bahwa strain lampau dari Kirgizstan bertempat persis di simpul kejadian diversifikasi masif ini. Dengan kata lain, kami menemukan strain awal Black Death hingga tanggal pastinya," ujar pemimpin penelitian dari Eberhard Karls University of Tübingen, Dr. Maria Spyrou.
Meski begitu, Phillip mengatakan bahwa diversifikasi gen masih belum bisa dimengerti sepenuhnya. Oleh karena itu, masih banyak studi yang masih harus dilakukan mengenai diversifikasi gen terhadap Black Death dan harus diprioritaskan.
4. Asia Tengah jadi lokasi awal Black Death?
Seperti yang diketahui umum, Y. pestis disebarkan oleh tikus sebagai reservoir. Daerah di Kirgizstan tersebut ditemukan sebagai tempat yang paling memungkinkan untuk menyebarkan Y. pestis ke manusia.
"Kami menemukan strain modern yang berhubungan dengan strain lampau di reservoir wabah di sekitar pegunungan Tian Shan. Sangan mirip strain lampau, ini menunjukkan awal Black Death di Asia Tengah," ujar peneliti senior dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology, Dr. Johannes Krause.
Dokter Maria menjelaskan bahwa perubahan lingkungan dan iklim bisa memengaruhi populasi tikus sebagai reservoir. Hal ini bisa mengurangi mereka atau malah justru berkembang biak lebih banyak, kedua skenario yang tetap memicu kemunculan Black Death.
"Jadi, yang bisa kami utarakan adalah daerah Tian Shan kemungkinan memiliki reservoir yang amat tua dan menjadi rumah untuk berbagai ranting dan strain wabah, termasuk strain yang terkait dengan yang ditemukan di Kara-Djigach," kata Philip.
5. Masih butuh penelitian lebih dalam


ilustrasi gen (pixabay.com/Mahmoud-Ahmed)
Menurut Dr. Maria, kemampuan manusia untuk meneliti wabah di masa lalu hingga masa kini amat penting untuk mengerti bagaimana kemunculan penyakit menular, inang yang terlibat, bagaimana perkembangannya di populasi manusia, dan faktor yang menyebabkan distribusi dan diversifikasinya.
"Penting untuk memantau bagaimana penyakit-penyakit ini berkembang dari segi evolusi dan sejarah. Bukan sebagai fenomena tersendiri, strain-strain ini harus dilihat sebagai bagian dari evolusi yang lebih luas," kata Philip.
Studi ini membuktikan bahwa kolaborasi antara sejarawan, arkeolog, dan pakar genetika bisa memecahkan misteri besar di masa lampau, seperti awal Black Death, dengan presisi. Namun, bagi Philip, masih butuh penelitian lebih lanjut untuk mengerti Black Death.
"Untuk mengerti epidemik penyakit menular, penting untuk memiliki pengertian evolusi yang besar. Dan, untuk mengerti perkembangan dan penyebarannya, penting untuk mempertimbangkan konteks lingkungan dan sosial ekonomi," ucap Philip.

https://www.idntimes.com/science/dis...death?page=all

emineminna
emineminna memberi reputasi
5
2.3K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan