Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ymulyanig3Avatar border
TS
ymulyanig3
Istriku sayang
Cerpen yang terinspirasi dari kisah nyata.

Judul : Takdir yang tak berpihak
Penulis : Yani mulyani

Ari menatap lekat wanita yang tebaring di sampingnya, wanita yang sudah memberinya sepasang putra dan putri. Ia membelai lembut Nazma dengan senyum mengembang. Ada rasa bangga dalam dada bisa mempersunting bunga desa nan cantik jelita. Malam itu ia tak bisa memejamkan mata. Menatap langit-langit kamar dengan senyum merekah. Entah apa yang ada di benak lelaki berusia 30 tahun itu. Semilir angin yang menusuk pori-pori kulitnya pun tak membuat netranya hendak terpejam. Angannya melayang melintas batas kewarasan.

***

Matahari menyingsing di ufuk timur, uranika perlahan naik menyinari seluruh cakrawala dengan anggun.Ari masih tertidur lelap ketika Nazma tengah bersibaku di dapur.

"Kakak! Cepet bangun ... sekolah," pekik Nazma dari arah dapur dengan tangan yang tengah bergoyang pelan di atas wajan hingga menguarkan aroma yang membangkitkan selera.

"Iya Bun ... " jawab Naima, Si Sulung berusia sembilan tahun. Ia bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah.

Di bilik kamar, terlihat Ari menggeliat malas sambil memeluk Si Kecil Angga. Lalu kembali memejamkan mata. Entah sampai jam berapa ia terjaga tadi malam, hingga membuat matanya sulit untuk terbuka di pagi hari.

"Pah, bangun ... ntar terlambat masuk kerja." Wanita baik hati itu membangunkan Ari dengan lembut.

"Aduh! Jam berapa ini?" tanyanya dengan mata membulat melihat teriknya sinar matahari. Lalu bergegas turun dari peraduan dan mandi. Menit berikutnya ia telah nampak gagah dengan setelan kemeja biru muda dan celana hitam. melangkah dengan tergesa-gesa menuju mobilnya, kemudian berlalu secepat angin.

"Pah, sarapan du-lu ... " pinta Najma terputus dengan mata membelalak. Tidak seperti biasanya Ari terlambat ke kantor dan tidak sarapan. Ari terlihat kerap begadang akhir-akhir ini, entah apa yang dilakukannya semalaman dengan gawai di tangannya.

***

Tok ... tok ...

Suara ketukan pintu membuat Nazma terbangun dari tidurnya, lalu melangkah gontai dan membuka daun pintu. Ari tengah berdiri tepat di hadapannya dengan raut muka lelah.

"Mau makan Pah?" tanya Nazma seraya menyodorkan segelas air putih kepada suaminya.

"Nggak, udah makan tadi," jawabnya datar, lalu menenggak habis air putih dalam gelas hingga tandas tak bersisa.

"Aduh ... " Nazma meringis kesakitan sambil memegang perut dengan kedua tangannya. Sudah tiga bulan ia terkena maag kronis akibat telat makan.

"Kita ke dokter ya?" ajak Ari dengan mimik cemas seraya menyimpan gelas yang telah kosong itu di atas meja.

"Nggak usah, minum obat warung juga sembuh," sanggah Nazma dengan menyipitkan mata menahan perih di lambungnya.

"Besok Papah beliin obat di Apotek ya?" bujuk Ari dengan seulas senyum.

"Iya ... "

Nazma mengangguk, lalu melangkah perlahan ke dalam kamar bersama Ari. Malam itu Nazma menahan sakitnya hingga tertidur.

***

Sore itu, seperti biasa Nazma dan kedua anaknya tengah asik bercengkrama di halaman rumah sambil menyuapi Angga. Anak itu memang agak sulit makan, tubuh kurusnya berlarian mengitari taman kecil di depan rumah. Sesekali terkekeh oleh ulah Naima.

"Mamah Angga! Pak Ari belum pulang?" celoteh Bi Siti, tetangga samping rumah yang hobi bergosip ria.

"Iya Bi, lagi sibuk ... kejar target," jawabnya dengan tersenyum tipis.

"Hati-hati loh ... ntar digondol janda gatel," tutur Bi Siti dengan tersenyum sinis.

"Nggak lah Bi ... Mas Ari mah setia," jawabnya tenang. Lalu melanjutkan menyuapi Angga. Tak lama, suara deru mobil terdengar di pelataran rumah. Terlihat Ari melangkah menghampiri anak dan istrinya.

"Jangan salah Bu ... sekarang lagi musim Pelakor," bisik Bi Siti dengan mengangkat sudut bibirnya.

"Eh ... Papanya Angga udah pulang, aku pamit ya Bu," ucap Bi Siti, kemudian berlalu pergi.

Nazma tertegun mendengar ucapan Bi Siti. Jantungnya berdesir seketika, ada rasa takut dan khawatir yang tak beralasan.

"Bun, ini obat maagnya," ucap Ari saraya memberikan kantong pelastik kecil berisi obat.

Mereka pun berjalan beriringan menuju ke dalam rumah, diikuti Naima dan Angga dari belakang. Sungguh mencerminkan keluarga yang harmonis, jarang sekali terdengar teriakan atau pertengkaran dari dalam rumah itu. Membuat iri orang yang melihatnya.

"Bun, ayo diminum obatnya, biar cepat sembuh," pinta Ari seraya menyodorkan segelas air putih untuk Nazma.

"Iya Pah," jawab Nazma tersenyum tipis.

Sejak saat itu, Nazma rajin meminum obat yang dibawa Ari. Ia adalah sosok suami idaman di mata Nazma. Lelaki berparas menawan, baik dan perhatian. Semua yang diimpikan wanita ada pada sosok Ari. Wanita itu sunggung sangat menyayangi suaminya. Terlihat dari sikapnya yang manut dan perhatian kepada Ari.

****
Nazma tengah asik menonton televisi di ruang tamu, netranya melirik sebuah jam dinding yang ada di atas televisi. Waktu telah menunjukan pukul 07.30 malam, tidak biasanya Ari pulang terlambat tanpa memberi kabar. Ia beranjak dari duduknya, hendak membuat susu formula untuk Angga. Namun tetiba kepalanya terasa berat dan sakit. Sudah seminggu ini ia merasakan sakit di kepala, tapi tak diindahkan. Malam itu sakit yang didera terasa begitu hebat dan tak bisa ia tahan lagi.

"Arrhgg!" pekik Nazma dengan kedua tangan memegang kepala.

"Bunda kenapa?" tanya Naima panik. Gadis kecil itu menatap ibunya nanar dan berkaca-kaca. Ia memcemaskan ibunya, sedang sang ayah belum juga pulang. Tak satupun keluarga yang tinggal dekat rumah mereka.

"Ouwa ... ouwa ... " terdengar suara Angga menangis dengan nyaring dari dalam kamar, menambah ketegangan yang meliputi ibu dan anak itu. Naima bergegas merengkuh Angga yang terbaring di atas tempat tidur dengan rinai air mata mengalir tanpa henti.

"Arrhgg!" pekik Nazma yang masih berkutat melawan sakit di kepalanya, seketika rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh, rasa sakit itu semakin menguat di bagian perut dan lambung, hingga memuntahkan isi perut bercampur darah segar.

Blug!

Tak lama, terdengar suara benda terjatuh membuat Naima terhenyak, dan lari mendapati ibunya terbujur di atas lantai. Tangis gadis kecil itu semakin nyaring diiringi tangis Angga. Tubuh Nazma tergeletak tak berdaya di lantai dingin bersimbah darah. Bau anyirpun menguar keseluruh ruangan.

"Bunda ... bunda ... " Suara Naima semakin lirih ketika beberapa tetangga mendapati mereka di ruang tamu rumah tersebut.

"Cepat telefon Pak Ari," pinta Pak Rt dengan cemas.

Menit berikutnya, Ari terlihat berlari dan menghambur ke pelukan Naima.

"Mana bunda?" tanyanya cemas.

Naima melirik ke arah kamar tidur ibunya. Di ruang tamu terlihat Pak Rt dan beberapa tetangga berdiri dengan raut muka tegang. Ari melangkahkan kakinya menuju kamar. Nazma terbaring lemah dengan mata membulat, di sampingnya berdiri kak Amara (kakak tertua Nazma).

"Bunda ... " Ucap Ari lirih tanpa menoleh ke arah Kak Amara.

"Pah ... ja-ga a-nak-a-nak," tutur Nazma terbata seraya menggenggam erat suaminya.

"Iya bun ... " Jawab Ari dengan bulir hangat yang tak kuasa ia tahan lagi.

"Bunda! Jangan pergi!" pekik Naima histeris.

Gadis kecil itu meronta-ronta, ia tak kuasa menahan kesedihan ditinggalkan ibunda tercinta. Bi Siti memeluknya erat dengan isak tangis.

"Nak Nazma telah berpulang," tutur Pak Rt lirih. Seketika tangis pun pecah, menggema di seluruh ruangan. Suasana yang mengharu biru, menyayat hati setiap orang yang berkunjung ke rumah itu. Terlihat setiap orang hanyut dalam kesedihan.

Keesokan harinya, jenazah Nazma segera di makamkan, seluruh keluarga terlihat hadir dan mengucapkan belasungkawa. Naima terisak tanpa henti, gadis kecil itu terpukul dengan kepergian ibunya secara mendadak.

"Jeng, padahal Nazma kemarin baik-baik saja. Ngobrol sama saya di teras," celetuk seorang tetangga berbisik-bisik dengan yang lainnya.

"Iya, namanya juga sudah ajal. Nggak bisa di tolak," jawab yang lainnya.

Di sudut ruangan terlihat Ari menggenggam sisa obat maag Nazma dengan tersenyum tipis.

***

Mentari pagi tak tersenyum hari itu, tertutup awan hitam berjelangga. Mendung bergelayut mesra di cakrawala, begitupun dengan suasana rumah Ari. Rona kesedihan masih tampak jelas di raut muka Naima dan Angga. Hari itu hari ke-7 Nazma berpulang. Di sudut sofa Ari tengah duduk bersantai dengan Kak Amara. Mereka saling bertatap mesra, terlihat Ari menggenggam erat tangan Kak Amara dan senyum mengembang terlihat dari keduanya.

Quote:

End

Bandung, 11 April 2019
Diubah oleh ymulyanig3 19-05-2019 01:03
hvzalf
hvzalf memberi reputasi
1
513
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan