asepradarAvatar border
TS
asepradar
Menelusuri Terjalnya Perjalanan ke Dieng via Bandar Ka Batang
Kiri Kanan Hutan, Kecepatan Maksimal 40 km/jam, Jarak Pandang 10 Meter



INDAH - Bentang alam perjalanan menuju Dieng via Bandar Minggu (7/2) sungguh indah. FOTO: ASEP

MINGGU (7/2) lalu saya mencoba menempuh perjalanan ke Dieng-Banjarnegara melewati Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Ini kali pertama saya mencobanya. Tidak banyak cerita orang ke Dieng via Bandar. Yang paling sering diceritakan adalah via Linggo Asri Kabupaten Pekalongan - Kalibening - Dieng. Beberapa bulan lalu saya pernah menempuh perjalanan ke Wonosobo via Linggo Asri sampai Kalibening. Tapi saya harus tersesat belok kanan sebelum Pasar Kalibening dan menempuh rute off road yang jarang dilalui kendaraan.
***
TEPAT pukul 10.30 saya ditemani keluarga keluar dari rumah di Pekalongan. Saya penasaran menuju Dieng-Banjarnegara dengan waktu tempuh yang paling singkat. Beberapa minggu sebelumnya teman-teman di kantor merencanakan pergi menggunakan rute yang sama. Namun gagal total, tidak jadi berangkat karena hanya diikuti oleh 3 orang.

Teman saya yang paling faham rute tersebut adalah Endro. Dia adalah marketing iklan di kantor saya. Saya kontak dia untuk bertanya beberapa hal. Terutama waktu tempuh, speed perjalanan kendaraan, lebar jalan, kondisi jalan, kondisi cuaca, kondisi medan kiri dan kanan jalan. Jawaban Endro ketika saya telepon terkesan menakut-nakuti. Beberapa ruas jalan sudah cukup bagus ada jalan aspal dan jalan cor-coran. Terutama jalan yang masih dekat dengan Bandar melalui jalan via Pondok Modern Tazakka di Kecamatan Bandar.

Lebar jalan sekitar 5 meter. Kalau ada kendaraan roda empat berpapasan salah satunya harus berhenti. Menjelang keluar dari Bandar kabut pasti keluar dan menghalangi jarak pandang. Sementara di beberapa ruas ada tikungan "maut", tanjakan sambil berbelok 90 derajat jalan sempit diiringi turun hujan. Setelah mendengar penjelasan dari Endro, saya hanya bilang ke dia, saya pernah melewati medan yang lebih berat ketika melewati Banjarnegara dari Kalibening.

Dengan penuh rasa penasaran, saya memulai perjalanan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim. Saya berdoa, apapun kondisi perjalanan diberikan keselamatan pulang pergi. Setelah sampai di lokasi, siap menginap dan juga siap untuk pulang kembali.

Jalan Bandar via PM Tazakka sangat mulus. Namun setengah jam setelah itu baru terlihat jalan cor-coran semen. Masih nyaman untuk dilalui walaupun harus tetap hati-hati. Saya melihat spidometer, kecepatan hanya berkisar pada 20-40 km per jam. Jika lebih cepat dari itu, kasihan kendaraannya. 45 menit lepas Bandar, cuaca mulai berkabut. Jarak pandang hanya 10 meter. Ditambah teksture jalan yang mulai berbatu harus ekstra hati-hati.

Sementara pengguna jalan yang lain pun nyaris tidak terlihat. Kadang ada mobil yang berpapasan, itu pun harus menunggu sampai 10 menit. Setelah itu tidak ada lagi. Yang banyak hanya sepeda motor yang pakai kopling dan gigi. Motor matic agak kerepotan kalau harus naik tanjakan dengan sudut sekitar 45 derajat. Tidak jarang juga ada sepeda motor yang dituntun. Temannya yang digonceng harus turun. Saya tidak sempat bertanya apakah bannya kempes, atau kehabisan bahan bakar, atau tidak kuat menaiki tanjakan terjal.

Namun kondisi itu bisa terobati di satu tikungan. Saya melihat bentang alam yang sangat luas dan indah. Saya memutuskan untuk berhenti, tidak mau meninggalkan begitu saja keindahan alam tersebut dan berfoto-foto. Perjalanan yang menegangkan tersebut lumayan terobati dengan keindahan alam yang tidak bisa saya lihat dalam keseharian.



CANDI ARJUNA - Sebagian candi di kompleks Candi Arjuna tidak boleh dinaiki karena kondisinya sudah rapuh. FOTO: ASEP

Tiba di Lokasi Wisata Disambut dengan Guyuran Hujan Deras

Setelah mengakhiri jalan yang terus menanjak, kini gilirannya melalui rute sebaliknya, turun. Satu jam sudah melewati perjalanan yang menegangkan yang sebelumnya tidak pernah dilalui. Terlihat tanda lalulintas di sebelah kiri jalan ke kanan Banjarnegara dan ke kiri Dieng. Itu adalah pertigaan menuju rute berikutnya.
***
HUJAN deras mengguyur jalur wisata Dieng. Saya tidak tahu harus ke objek wisata yang mana dahulu. Pokoknya kalau melihat papan nama, langsung berbelok. Dan Ketika melihat Candi Arjuna, saya memutuskan untuk menuju ke tempat tersebut. Tidak semudah yang dibayangkan untuk berbelok langsung ke arah kanan. Antrian wisatawan lain dari berbagai kota yang membuat jalur Dieng-Wonsobo macet, harus bersabar menunggu beberapa menit.

Tiba di lokasi Candi Arjuna yang terletak di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur, saya tidak langsung turun membeli tiket. Perut yang belum diisi dari 4 jam yang lalu ditambah guyuran air hujan telah membakar kalori di dalam tubuh yang mengakibatkan rasa lapar. Bekal dari rumah, nasi putih plus ikan patin dan sayur lodeh ludes berpindah tempat hanya dalam waktu 30 menit.

Tengok kiri-tengok kanan, ketemu juga toilet dan penjual mantel. Payung yang dibawa cuma satu, tidak cukup melindungi tubuh 3 orang. Saya membeli tiket masuk, 1 tiket seharga Rp 10.000. Masih terbilang murah untuk ukuran objek wisata yang indah tersebut. Masuklah ke area Candi Arjuna dengan mengenakan mantel plastik sambil berbasah-basahan.

Menurut Wikipedia, Candi Arjuna merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng. Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling berhadapan. Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi.

Candi Arjuna berukuran 6 x 6 m dan menghadap ke arah barat. Pada pintu masuk dan relung-relungnya dihiasi kala makara. Atap candi berjenjang dengan menara-menara kecil di setiap sudut. Ditemukannya prasasti berangka tahun 731 Caka (809 M) di dekat Candi Arjuna dapat menjadi petunjuk pembangunan candi sekitar awal abad IX M.

Lingkungan sekitar candi juga kurang mendukung pemeliharaan. Lahannya sudah lama digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-mayur, dan bunga-bungaan. Mulai tahun 2010 kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Mereka menyelenggarakan acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF (Dieng Culture Festival).

Para pengunjung yang datang dari berbagai kota sama sekali tidak terpengaruh derasnya hujan. Bisa jadi mereka sudah menghitung resiko tersebut. Tingkah polah pengunjung bermacam-macam. Dari yang hanya berjalan-jalan, berfoto-foto dengan kamera biasa, berfoto selfie sampai berfoto menggunakan kamera SLR seperti foto model. Bahkan derasnya hujan menjadi objek foto yang lebih romantis bahkan eksotis.


KAWAH SIKIDANG - Kawah Sikidang mengeluarkan panas bumi dan asap tebal. FOTO: ASEP

Pengunjung Bisa Pesan Telur Rebus yang Dimasak di Atas Kawah Sikidang yang Panas Bergolak

Objek wisata lain yang saya tuju adalah kawah Sikidang. Dari kompleks Candi Arjuna keluar menuju jalur Dieng-Banjarnegara kemudian bertemu tikungan ke arah kiri yang pertama. Dari sana perjalanan sekitar 30 menit menyusuri bibir tebing pegunungan. Kendaraan harus ekstra hati-hati ketika berpapasan dengan kendaraan lain terutama mobil. Selain licin, lebar jalan pun tidak terlalu besar.
***
MENJELANG masuk pintu gerbang kawah Sikidang, saya dicegat beberapa kelompok orang yang menjual masker. Maskernya Pak, 1 buah Rp 2.000 untuk menutup hidung. Baunya sangat menyengat di area kawah," demikian tutur salah seorang penjual masker. Saya pun membeli lima, satu untuk saya, dan 2 untuk istri dan anak dan 2 untuk cadangan kalau-kalau masker basah atau terjatuh.
Dari pintu gerbang petugas menjual tiket masuk sekitar 5 menit sudah tiba di area Kawah Sikidang. Kendaraan parkir sudah memenuhi area yang ada. Sebelum turun dari kendaraan saya sudah memasang masker walaupun tidak terlalu rapat. Bau khas kawah sudah mulai tercium. Bisa dibayangkan, kalau tidak memakai masker, mungkin sudah tidak tahan berlama-lama di lokasi tersebut.

Untuk masuk dan keluar ke area kawah, pengunjung masuk ke pasar oleh-oleh. Biasanya belanja ketika keluar. Ada beberapa titik kawah yang terlihat mengepulkan asap. Dan lokasi kawah yang paling besar harus berjalan lebih dahulu sepanjang 1 km. Di kiri jalan menuju kawah para pedagang menjual makanan siap santap. Ada kentang rebus yang ditaburi saos dan cabai bubuk. Kentang rebus lumayan untuk menghangatkan perut. Cuaca saat itu masih hujan walaupun gerimis. Jaket plastik dan payung harus terus dikenakan, belum bisa disimpan.

Tiba di kawah utama, saya penasaran ingin melihat lebih dekat. Kawah tersebut berbentuk lingkaran, entah diameternya berapa. Saya menduga diameternya sekitar 20 meter. Airnya bergolak seperti air rebusan di atas tungku, asap yang dikeluarkan pun cukup tebal. Bau belerang sangat menyengat. Di sekeliling kawah dipasang pagar pengaman agar pengunjung tidak tercebur ke dalam kawah. Pagar tersebut berjarak 2 meter dari bibir kawah.

Namun ada petugas yang berada di dalam pagar yang mondar-mandir. Terlihat ada kayu panjang sebesar kayu pancingan, ujung kayu tersebut teruntai tali. Saya agak heran, apakah orang ini sedang memancing. Sangat tidak mungkin ikan tumbuh di kawah yang sangat panas. Tak lama kemudian salah satu kayu yang mirip pancing tersebut diangkat. Di ujung talinya ada telur. Petugas tersebut berkata, bahwa telurnya sudah matang. Ternyata oh ternyata kita bisa merebus telur di atas kawah tersebut.

Saya menyempatkan berfoto di sana. Karena hari sudah sore, walaupun belum puas, saya memutuskan untuk meninggalkan kawah yang dikelilingi pegunungan yang indah tersebut. Di pintu keluar menyempatkan diri membeli oleh-oleh khas Dieng Carica. Carica ini hanya tumbuh di dataran tinggi Dieng. Di tempat lain tidak bisa tumbuh.

Waktu menunjukkan pukul 16.30. Saya memutuskan untuk pulang ke jalan yang dilalui sebelumnya. Ada rasa takut melewati jalan tersebut di hari yang gelap. Siang hari saja kabut sudah turun, jarak pandang hanya 10 meter. Apalagi sore menjelang petang. Tapi rasa takut itu hilang dengan rasa nekat. Apapun yang terjadi dihadapi saja sambil berserah diri kepada Sang Maha Pencipta. Alhamdulillah tiba di rumah pukul 19.00. Perjalanan yang singkat tapi sangat mengesankan. Saya masih penasaran menelusuri objek-objek wisata lainnya yang masih banyak. Terutama Dataran tinggi Sikunir, di sana bisa lihat sunrise kalau cuaca pagi cerah. Siapa mau coba? Uji nyalimu kawan.... (ade asep syarifuddin/www.manusiapembelajar.com)
Diubah oleh asepradar 13-02-2016 15:27
0
16.3K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan